KURNIAWAN, BAYU (2022) KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN TANTANGAN KEMANDIRIAN KALURAHAN (Studi Kebijakan “Kelompok Jaga Warga” oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Tautannya dengan Kewenangan Kalurahan dalam Pembinaan Kemasyarakatan di Daerah Istimewa Yogyakarta). Sarjana thesis, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD".
|
Text
16520107 BAYU KURNIAWAN ok.pdf Download (3MB) | Preview |
Abstract
UU Desa menempatkan pemerintah supradesa tidak lagi mempunyai kewenangan yang besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa. Namun demikian, dewasa ini dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), prinsipprinsip kemandirian desa tersebut tidak dapat berjalan dengan utuh sebagaimana mestinya. Melalui hak istimewa yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemerintah DIY menginstruksikan kepada desa untuk membentuk lembaga kemasyarakatan baru yang dikenal dengan nama “Kelompok Jaga Warga”. Instruksi ini dimanifestasikan dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Jaga Warga yang seiring berjalannya terus direvisi sampai yang terakhir yakni Pergub Nomor 28 Tahun 2021 tentang Kelompok Jaga Warga. Lantas, pertanyaannya adalah bagaimana relasi kewenangan desa (kemandirian desa) berjalan di daerah khusus (desentralisasi asimetris) seperti DIY? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk melihat serta mengkaji sebab-sebab kontradiksi pola relasi Keistimewaan DIY dan Kemandirian Desa. Data lapangan diperoleh dengan melukukan observasi lapangan, dilanjutkan dengan proses wawancara, dokumentasi dan juga studi literature dari tulisan-tulisan yang terkait dengan topik penelitian, termasuk media masa online. Analisis data dilakukan menggambarkan fenomena dari data yang ditemukan di lapangan dan dikaitkan dengan konsep relasi desa dan pemerintah supradesa. Penelitian ini menggunakan analisis rezim lokal untuk dapat menguji fenomena lapangan menjadi suatu analisa yang informatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontradiksi relasi desa dan pemerintah supradesa dalam hal ini Pemerintah DIY, terjadi karena pola unggah-ungguh (politik santun) dalam relasi raja/gubernur dengan masyarakatnya, termasuk aktor stakeholder desa yang telah mengakar dan terawat dengan baik. Fenomena ini dapat dilihat ketika pihak kalurahan (desa) tidak cukup mampu untuk menolak atau hanya bisa nrimo kebijakan Kelompok Jaga Warga. Meskipun kalurahan menyadari bahwa kebijakan tersebut telah mereduksi kewenangan yang dimiliki dan melekat pada diri kalurahan, tetapi pada akhirnya kalurahan tetap melaksanakan kebijakan “Kelompok Jaga Warga” tersebut.
Item Type: | Skripsi dan Thesis (Sarjana) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HN Social history and conditions. Social problems. Social reform J Political Science > JS Local government Municipal government |
Depositing User: | Mr okie fajaruddin |
Date Deposited: | 28 Dec 2022 02:49 |
Last Modified: | 28 Dec 2022 02:49 |
URI: | http://repo.apmd.ac.id/id/eprint/1919 |
Actions (login required)
View Item |